Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

3.01.2011

18 neraka kepercayaan China

membaca kisah ttg perjalanan ke dunia bawah membuatku bertanya apakah kisah ini adalah kisah sama seperti yg di alami Rasullah? dalam tulisan FFI.. dinyatakan Rasullah membaca kisah ini dan menjadikannya sebagai cerita Isra` miqra.. termasuk kisah dia menaiki buraq yg tenyata mirip kisah org China yg juga mengalami hal yg sama dgn Nabi dan kemudian di ajak naik Buraq? atau versi mereka Gryphon?!

apapun pendapat anda.. marilah kita hindari perpecahan.. bila anda tak setuju tulisan ini, ambil intinya saja yaitu bahwa kita harus percaya adanya surga dan neraka. ttg kepercayaan China.. mari hormati, ingat Rasullulah tidak pernah menyebutkan secara jelas bahwa kita harus membenci agama Budha/hindu.. tetapi ttg pendapat sebenarnya biarlah hati anda yg berkata.

di Islam dijelaskan bahwa malaikat patuh pada Allah dan tak pernah membantah, tetapi tidak dalam cerita yg kubaca ini.. kisah perjalanan ke bawah tanah. ternyata dewa sekalipun dapat di suap, bahkan roh lapar butuh uang agar dapat berjalan menuju akhirat.

di Islam uang yang dimaksud mungkin bukan uang2 yg dibakar seperti kepercayaan China.. tetapi amal kebaikan. apakah kalian tidak lupa ttg cerita/perintah utk memperbanyak amal sholeh.. yang kl di urut kemungkinan menjadi uang yang akan digunakan untuk ke akhirat.

di dalam kepercayaan China, roh org mati berkumpul di kuil pada hari pertama (karena hari pertama mereka membawa ke Kuil), lalu hari kedua dibawa ke Kuil Gunung Timur lalu menunggu dipanggil kemudian menuju Menara.. dimana mereka masih dapat melihat anak dan keluarganya

setelah itu para manusia akan melewati jembatan yang menurut kepercayaan China.. jembatan kesia-siaan.. dimana org baik akan mudah melewati dan org jahat akan sulit bahkan terjatuh ke bawah jembatan.

setelah itu sampailah di 18 tingkat neraka. nantinya ada juga 18 tingkat surga. saat manusia mati,mereka akan dikirim ke tempat yang sesuai dosa2nya.. lalu bagaimana cara mengetahui dosa2 mereka.. ternyata kepercayaan China menyatakan adanya cermin dosa yang menunjukkan dosa2

*Naraka adalah bahasa Sansekerta yang artinya sesuatu yg dibenci atau membuat anda menderita.

1. neraka: ruang angin dan guntur.
tingkat ini untuk para pembunuh yang serakah
2. neraka: siksaan gilingan
untuk yang tidak pernah baik dan boros lalu tidak memberikan hartanya kepada org yg membutuhkan
3. neraka : ruang api
untuk para pembohong dan tidak menjalankan janjinya
4. Neraka: ruang es
untuk para orang yang tidak baik kepada orang tuanya
5. Neraka: Kuali Minyak
untuk para perempuan melacurkan dirinya, tidak patuh pada suami (yg baik), pemerkosa dan pengganggu istri orang
6. Neraka: Ruang gergaji
untuk para orang yang membuat para wanita melacur, penculik anak dan memisahkan orang tua dengan anaknya
7. Neraka : Ruang Pemotongan Kereta
untuk para pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya
8. Neraka : Gunung Pisau
untuk pedagang yang curang dalam berbisnis. penipu mutu barang dan merugikan orang.. maka dia pantas di ganjar
9. Neraka: penarik lidah
untuk para perempuan / laki2 yang suka bergunjing
10. Neraka : Ruang penumbukan
untuk para pembunuh berdarah dingin
11. Neraka : ruang pemisahan tubuh
untuk para orang licik dan tak tahu terima kasih.. tetapi berikutnya saking seram.. tak bisa dijelaskan
12. neraka ruang timbangan
13. neraka pencukilan mata
14. neraka pengorek jantung
15. neraka pengorek perut
16. neraka ruang darah.
untuk para manusia yg jauh dari agama. dalam hal ini kisahnya ttg agama China, jadi bahasnya ya Budha
17. neraka: ruang belatung
para dokter yang malpraktek dan memanfaatkan celah hukum.
18. Neraka: Avici.
bila masuk sini, tidak ada manusia yang dapat dilahirkan kembali ke Bumi.disini mereka akan disiksa tanpa henti

Neraka itu pasti dan utnuk org yg berdosa. dan sakitnya sangat pedih.. hindarilah!! Kebenaran dan kesalahan itu hanya di ketahui Allah semata.. kepadanya kita harus berserah diri
sedangkan ruang utnuk surga ada 8

1. anak sholehdimana anak yg patuh para org tua berada
2. ruang persaudaraan.
untuk org yg memiliki belah kasih pd sesama
3. ruang pahlawan
4. ruang kpercayaan dan kejujuran
5. ruang kerendahan hati
6. ruang pahlawan berani
7. ruang pejabat jujur
8. ruang martir.
untuk org yg tanpa pamrih melakukan hidupnya untuk negeri seperti guru.

utk kembali ke dunia fana, mereka melewati roda berjari=jari 6 yang menentukan.. apakah mereka akan menjadi manusia / hewan (reinkarnasi)

Neraka dan Penghuninya

”Jahannam itu mempunyai tujuh pintu.Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan tertentu dari mereka.” (Al-Nijr:44)

Tingkat-tingkat neraka iaitu :

1.Neraka Jahannam
Firman Allah SWT. Bermaksud :
” Dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada(pengikut- pengikut syaitan)semuanya.’ (Al-Hijr: 43)

2.Neraka Sa’ir
Firman Allah SWT bermaksud :
“Dan dia akan masuk ke dalam sa’ir (api neraka) yang menyala-nyala.” (Al-Insyiqaq: 12)

3.Neraka Saqor
Firman Allah SWT bermaksud :
” Apakah yang memasukkan kamu kedalam Saqor (neraka) .”(Al – Muddatstrir: 42)

4.Neraka Jahim
Firman Allah SWT bermaksud :
“ Dan diperlihatkan dengan jelas Neraka Jahim kepada orang-orang yang sesat.”(Asy-Syua’ ara:91)

5.Neraka Huthamah
Firman Allah SWT bermaksud :
“ Dan tahukah kamu apakah Huthamah itu?”(Al –Ma’arij:15)

6.Neraka Lazo
Firman Allah SWT bermaksud :
“Sekali-kali tidak dapat sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergelojak(lazo) .”(Al-Ma’arij: 15)

7.Neraka Hawiyah
Firman Allah SWT bermaksud :
” Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.”(Al – Qariah :9)

Pada masing-masing tingkatan dari neraka itu diisi oleh golongan tertentu diantaranya :

1. Tingkat pertama berisikan golongan pendusta.
Firman Allah SWT bermaksud :
”Maka kecelakaan yang besarlah di hari itu orang-orang yang mendustakan.”(Ath-Thur:11)

2. Tingkat yang kedua berisikan golongan yang lalai dalam solat.
Firman Allah SWT bermaksud :
“Maka celakalah bagi orang-orang yang solat,iaitu orang-orang yg lalai dari
solatnya .”(Al-Maaun:45)

3. Tingkat ketiga iaitu golongan pengumpat dan pencela.
Firman Allah SWT bermaskud:
“Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela.”(Al- Humazah:1)

4. Tingkat Keempat iaitu golongan pendusta.
Firman Allah SWT bermaksud :
”Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis al-kitab dengan tangan mereka sendiri,lalu dikatakan:” Ini dari Allah,”(dengan maksud) Untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu.Maka kecelakaan besarlah bagi mereka,kerana apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri,dan kecelakaan Besarlah bagi mereka,kerana apa yang mereka
kerjakan.”(Al- Baqarah :79)

5. Tingkat kelima iaitu golongan yang mempersekutukan Allah.
Firman Allah SWT bermaksud :
”Katakanlah :Bahawasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu,diwahyukan kepadaku bahawasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa,Tetaplah pada jalan lurus menuju kepadaNya dan mohonlah
ampun kepadaNya.Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang
yang mempersekutukanNya.” (Fushshilat : 6)

6 .Tingkat keenam iaitu golongan yang keras hati.
Firman Allah SWT bermaksud :
”Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk menerima agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang keras hati?)Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang keras
hatinya untuk mengingati Allah.Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”Fushshilat :6)

7. Tingkat ketujuh iaitu golongan yang curang dalam menimbang.
Firman Allah SWT bermaksud :
”Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,iaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan
apabila mereka Menukar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi.”( Al-Muthaffifin: 1-3)

Kerana pedihnya seksaan neraka tersebut.masing- masing penghuninya menyeru kepada Allah agar mereka dapat dikembalikan ke dunia.Namun semuanya telah terlambat dan mereka tetap Menerima seksaan yang pedih.

Para penghuni neraka di tingkat tujuh menyeru dan berkata :
Sebagaimana firman Allah bermaksud :
”Mereka berseru: Hai
Malik,(malaikat penjaga neraka) biarlah Tuhanmu membunuh kami Sahaja.Dia menjawab:Kami akan tetap tinggal (di neraka ini).” ( Az-Zumar :77)

Kemudian para penghuni neraka tingkat keenam menyeru dan berkata pula,sesuai dengan firman Allah SWT bermaksud:
”Dan orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga-penjaga Neraka Jahannam :”Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami walau sehari.”(Al-Mukmin :49)

Para penghuni neraka tingkat kelima berkata seperti Firman Allah bermaksud.
”Dan alangkah ngerinya,jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang berdosa itu menundukkanKepalanya di hadapan Tuhannya,(mereka berkata ): “YaTuhan kami, kami telah melihat dan mendengar,maka kembalikanlah kami (ke dunia),kami akan mengerjakan amal soleh,Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.”(As-Sajdah: 12)

Penghuni neraka tingkat keempat berkata juga,sesuai dengan firman Allah SWT bermaksud:
”Ya Tuhan kami,beri tangguhlah kami(kembalikanlah kami ke dunia ) walaupun dalam waktu Yang sedikit nescaya kami akan mematuhi seruan
Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.” (Ibrahim: 44)

Para penghuni neraka tingkat ketiga berseru,sesuai dengan firman Allah berbunyi:
Ya Tuhan kami,keluarkanlah kami daripadanya( dan kembalikanlah kami ke dunia),maka jika kami Kembali (juga kepada kekafiran),sesunggu hnya kami adalah orang-orang yang zalim.”(Al-Mukminun: 107)

Para penghuni neraka tingkat kedua berseru seperti firmanAllah bermaksud:
“Mereka berkata:Ya Tuhan kami,kami telah dikuasai oleh kejahatan kami,dan adalah kami orang-orang yang sesat.”(Al-Mukminun: 106)

Kemudian penghuni neraka tingkat pertama berseru :
”YaHannan,Ya Mannan.”
Dalam hal ini Rasulullah SAW bertanya kepada Malaikat Jibril as tentang penghuni-penghuni setiap tingkat Daripada neraka. Maka Jibril as menjawab :

“Neraka tingkat ketujuh adalah tempat orang-orangMunafik.
Tingkat keenam tempat orang-orang yang derhaka dan mendakwa dirinya sebagai Tuhan.
Tingkat kelima Adalah orang-orang yg sombong dan kafir.
Tingkat ketiga adalah tempat orang-orang Yahudi.
Tingkat yang kedua adalah tempat-tempat orang Nasrani.”

Filed under: ISLAM

Pohon Neraka Jahanam

Rasulullah Shallahu’alaihi wa Sallam bersabda,”Seandainya setitik dari zaqqum diteteskan di dunia niscaya akan menghancurkan kehidupan semua penghuninya. Lalu bagaimana dengan keadaan orang yang menjadikan zaqqum sebagai makanannya?”

Takhrij Hadist
Hadist tersebut dikeluarkan oleh Al Imam At-Tirmidzi di dalam kitab Sifati Jahannam, bab Jaa’a fii shifati Syaraabi Ahlin Nar No. 2585, dari hadist Ibnu Abbas radlhiyallahu’anhu dengan lafaz,” Sesungguhnya Nabi Shallahu’alaihi wa Sallam membaca ayat ini,’Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan janganlah sekali kali kamu mati melainkan dalam keadaan bersera diri kepada Allah”. (Ali Imran:102)

Lalu beliau bersabda,”Seandainya setitik dari zaqqum diteteskan di dunia niscaya akan menghancurkan kehidupan semua penghuninya. Lalu bagaimana dengan keadaan orang yang menjadikan zaqqum sebagai makanannya ?”

Dan dia (At-Tirmidzi-red) mengatakan di ujung hadist, “Bahwa ini adalah hadist hasan shahih”.

Hadis ini juga dikeluarkan oleh Ibnu Majjah dalam sunannya, kitab Az-Zuhud, bab Shifat An Nar, 8/4325.

Imam Ahmad mengeluarkan hadist ini di dalam musnadnya.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menshahihkan hadist ini di dalam kitabnya, Shahih Jami’ Shaghir, no 5250 dari hadist Ibnu Abbas radlhiyallahu’anhu.

Fiqh Hadist
Banyak sekali motivasi yang dapat membawa manusia untuk melakukan kebaikan dan keutamaan antara seorang manusia dengan manusia lain.

Sebagian manusia ada yang memberi motivasi karena mencintai kebaikan dan keutamaan. Sebagian yang lain ada yang memberi motivasi karena senang pahala dan keutamaan yang didapat. Sebagiannya ada yang memberi motivasi karena takut siksa dan sakit, begitu seterusnya.

Semakin kuat motivasi seseorang, makin giat dia dalam berbuat kebajikan dan menghiasi dirinya dengan keutamaan, pun dengan sebaliknya.

Hadist yang ada di hadapan kita ini, secara tidak langsung mengajak golongan manusia yang tidak melakukan kebajikan melainkan hanya karena takut akan siksa Allah Subhanahu wa ta’ala, mengajak mereka dengan menjalankan kebaikan dan mensucikan diri dari hal-hal yang dapat merusak sebelum zaqqum menjadi makanannya kelak di hari kiamat. Di mana, salah satu gambaran dari zaqqum ini adalah apabila diteteskan di dunia akan merusak kehidupan menusia dan hijaunya tanaman di muka bumi.

Karakteristik Zaqqum
Beberapa nash Al-qur’an menerangkan tentang sifat-sifat Zaqqum.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,”(Makanan surga) itulah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum. Sesungguhnya kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya ia adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar neraka jahim. Mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan. Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu. Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas. Kemudian sesungguhnya tempat kembali mereka benar-benar ke neraka jahim”.(As Shaffat:62 – 68 )

Dalam firman yang lain dikatakan,

“Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidik di dalam perut, seperti mendidihnya air yang sangat panas”.(Ad Dukhaan:43-46)

Allah Subhanahu wa ta’ala juga melansirnya di dalam firman-Nya,

“Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqum, dan akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum. Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan”.(Al-Waqiah:51-56)

Tafsir seputar Azzaqum
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, para pakar tafsir menerangkan bahwa Az Zaqqum adalah sebuah pohon yang tumbuh di dasar neraka Saqar atau dasar neraka Jahannam. Dan neraka Jahannam telah dinyalakan hingga mendidih seperti kotoran minyak. Para penghuninya sangat rakus dalam memakannya sehingga memenuhi perutnya sebagaimana air panas yang mendidih, air yang memiliki temperatur paling tinggi.

Kemudian setelah mereka makan lalu minum air yang sangat panas seperti unta yang kehausan, minum tidak ada henti hingga mati.

Faidah Hadist

1. hadist tersebut menunjukkan beberapa sangat pentingnya berpegang dengan manhaj Allah Subhanahu wa ta’ala, supaya manusia menjalankan ketaatan-ketaatan dan melepaskan diri dari bentuk maksiat dan keburukan sebelum datangnya satu hari yang tiada lagi berguna jual beli dan sebelum pohon zaqqum menjadi santapan yang memasuki mulutnya serta air yang sangat panas menjadi pelepas dahaganya. Sangat buruk siksa di dalam neraka yang mana belum pernah sebelumnya dilihat oleh mata, didengar telinga, dan juga belum pernah terbetik dalam hati manusia.
2. Hiburan bagi para penegak kebenaran, meski mereka mendapatkan cobaan dari pendukung kebatilan, berupa cercaan, hinaan, dan pengucilan. Mereka tidak akan memperoleh siksa yang begitu pedih sepeti yang akan menimpa orang-orang yang banyak berbuat dosa di hari kiamat kelak.
3. Tidak meninggalkan hukuman dalam pendidikan. Sebab, biasanya manusia tidak akan menjalankan kebaikan dan meninggalkan diri dari berhias dengan keutamaan kecuali setelah ditakut-takuti.

Allahu A’lam bish shawab

Dikutip dari Majalah ElFata Vol 07:2 2007

Luasnya Neraka Jahanam

Yazid Arraqqasyi dari Anas bin Malik ra. berkata :

Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad SAW pada waktu yang ia tidak biasa datang dalam keadaan berubah mukanya, maka ditanya oleh Nabi SAW : "Mengapa aku melihat kau berubah muka?"



Jawabnya: "Ya Muhammad, aku datang kepadamu di saat Allah menyuruh supaya dikobarkan penyalaan api neraka, maka tidak layak bagi orang yg mengetahui bahwa Neraka Jahanam itu benar, dan siksa kubur itu benar, dan siksa Allah itu terbesar untuk bersuka - suka sebelum ia merasa aman daripadanya."



Lalu Nabi SAW bersabda: "Ya Jibril, jelaskan padaku sifat Jahanam."



Jawabnya: "Ya. Ketika Allah menjadikan Jahanam, maka dinyalakan selama seribu tahun, sehingga merah, kemudian dilanjutkan seribu tahun sehingga putih, kemudian seribu tahun sehingga hitam, maka ia hitam gelap, tidak pernah padam nyala dan baranya. "



Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan terbuka sebesar lubang jarum niscaya akan dapat membakar penduduk dunia semuanya karena panasnya.



Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan satu baju ahli neraka itu digantung di antara langit dan bumi niscaya akan mati penduduk bumi karena panas dan dahsyatnya.



Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan satu pergelangan dari rantai yg disebut dalam Al-Qur�an itu diletakkan di atas bukit, niscaya akan cair sampai ke bawah bumi yg ke tujuh.



Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan seorang diujung barat tersiksa, niscaya akan terbakar orang - orang yang diujung timur karena sangat panasnya.



Neraka Jahanam itu sangat dalam dan perhiasannya besi, dan minumannya air panas campur nanah, dan pakaiannya potongan-potongan api. Api neraka itu ada tujuh pintu, tiap - tiap pintu ada bahagiannya yang tertentu dari orang laki - laki dan perempuan."



Nabi SAW bertanya : "Apakah pintu - pintunya bagaikan pintu - pintu rumah kami?" Jawabnya : "Tidak, tetapi selalu terbuka, setengahnya di bawah dari lainnya, dari pintu ke pintu jarak perjalanan 70,000 tahun, tiap pintu lebih panas dari yang lain 70 kali ganda." (nota kefahaman: yaitu yang lebih bawah lebih panas)



Tanya Rasulullah SAW : "Siapakah penduduk masing - masing pintu?"



Jawab Jibril : "Pintu yang terbawah untuk orang - orang munafik, dan orang

- orang yang kafir setelah diturunkan hidangan mukjizat Nabi Isa AS. Serta keluarga Fir�aun sedang namanya Al-Hawiyah. Pintu kedua tempat orang - orang musyrikin bernama Jahim, pintu ketiga tempat orang shobi�in bernama Saqar. Pintu ke empat tempat Iblis dan pengikutnya dari kaum majusi bernama Ladha, pintu kelima orang yahudi bernama Huthomah. Pintu ke enam tempat orang Nasara� bernama Sa�eir."



Kemudian Jibril diam segan pada Rasulullah SAW sehingga ditanya : "Mengapa tidak Kau terangkan penduduk pintu ke tujuh?" Jawabnya: "Di dalamnya orang

- orang yang berdosa besar dari ummatmu yang sampai mati belum sempat bertaubat."



Maka Nabi SAW jatuh pingsan ketika mendengar keterangan itu, sehingga Jibril meletakkan kepala Nabi SAW dipangkuannya sehingga sadar kembali, dan sesudah sadar Nabi SAW bersabda : "Ya Jibril, sungguh besar kerisauanku dan sangat sedihku, apakah ada seorang dari ummatku yang akan masuk ke dalam neraka?"



Jawabnya: "Ya, yaitu orang yang berdosa besar dari ummatmu." Kemudian Nabi SAW menangis, Jibril juga menangis, kemudian Nabi SAW masuk ke dalam rumahnya dan tidak keluar kecuali untuk sembahyang kemudian kembali dan tidak berbicara dengan orang dan bila sembahyang selalu menangis dan minta kepada Allah.

(dipetik dari kitab "Peringatan Bagi Yang Lalai")



Dari Hadith Qudsi: Bagaimana kamu masih boleh melakukan maksiat

Sedangkan kamu tak dapat bertahan dengan panasnya terik matahari-Ku. Tahukah kamu bahwa neraka jahanam-Ku itu:



1. Neraka Jahanam itu mempunyai 7 tingkat.

2. Setiap tingkat mempunyai 70,000 daerah.

3. Setiap daerah mempunyai 70,000 kampung.

4. Setiap kampung mempunyai 70,000 rumah.

5. Setiap rumah mempunyai 70,000 bilik.

6. Setiap bilik mempunyai 70,000 kotak.

7. Setiap kotak mempunyai 70,000 batang pohon zaqqum.

8. Di bawah setiap pohon zaqqum mempunyai 70,000 ekor ular.

9. Di dalam mulut setiap ular yang panjang 70 hasta mengandungi lautan racun yang hitam pekat.

10. Juga di bawah setiap pohon zaqqum mempunyai 70,000 rantai.

11. Setiap rantai diseret oleh 70,000 malaikat.



Mudah - mudahan dapat menimbulkan keinsafan kepada kita semua.

Wallahua�lam.



37. Ash Shaaffaat

62. (Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum[1277].

Catatan : [1277]. Zaqqum adalah jenis pohon yang tumbuh di neraka.

63. Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang -orang yang zalim.

66. Maka sesungguhnya mereka benar - benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka memenuhi

perutnya dengan buah zaqqum itu.

67. Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan

air yang sangat panas.

44. Ad Dukhaan

43. Sesungguhnya pohon zaqqum itu[1378],

56. Al Waaqi�ah

52. benar - benar akan memakan pohon zaqqum,

(Al-Quran Surah Al- Baqarah Ayat 159)



"Sesungguhnya orang - orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami Turunkan dari keterangan - keterangan dan petunjuk hidayat, sesudah Kami menerangkannya kepada manusia di dalam Kitab Suci, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk."

Dari Abdullah bin �Amr R. A, Rasulullah S. A. W bersabda :

"Sampaikanlah pesanku biarpun satu ayat."

Sudahkah qta membaca Al-Qur�an hari ini ?

2.28.2011

PEMBELAJARAN BERBABSIS TIK DAN PERMASALAHANNYA

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.


Secara jujur harus diakui, proses pembelajaran yang didesain oleh guru saat ini masih mengebiri potensi siswa didik. Alih-alih berlangsung interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, proses pembelajaran pun tak jarang berlangsung monoton dan membosankan.

Yang lebih memprihatinkan, masih muncul opini di kalangan sebagian besar guru bahwa pembelajaran dikatakan berhasil apabila suasana kelas berlangsung diam alias bisu dan siswa patuh dengan komando. Suasana kelas pun seringkali berubah mirip ruang karantina untuk “mencuci otak” siswa didik. Pembelajaran jauh dari dialog, bercurah pikir, apalagi dialog interaktif. Siswa yang kritis dan sering bertanya justru sering diberi stigma sebagai siswa “ngeyelan” dan cerewet.

Siswa ber-”talenta” semacam itu tak jarang memancing adrenalin emosi guru yang tidak siap menjawab pertanyaan siswa. Dengan otoritas yang dimilikinya, guru bak sipir penjara yang tengah mengawasi perilaku narapidana (tengok di sini, di sini, dan di sini).

Kedua, dunia persekolahan kita masih jauh dari sentuhan teknologi informasi dan komunikasi. Memang, sudah banyak sekolah yang telah menjadi clien ICT. Namun, sudahkah guru memaksimalkan penggunaannya untuk kepentingan pembelajaran? Ini sebuah “penyakit” yang sering kambuh dalam dunia pendidikan kita. “Pintar melakukan pengadaan barang, tapi gagap dalam merawat, memelihara, dan mengoperasikannya”. Nilai gengsi dan prestise lebih diutamakan ketimbang substansi kepentingan dan manfaatnya.

Ketiga, belum ada perubahan paradigma pendidikan dalam dunia persekolahan kita. Meskipun sistem telah berubah, dari sentralistis ke desentralistis, tapi gaya pengelolaan dunia persekolahan kita tak ada bedanya dengan yang dulu-dulu.

Kepemimpinan sekolah masih bergaya feodalistis bak borjuis kecil. Para penyelenggara pendidikan yang seharusnya melayani, tetapi justru minta dilayani.

Praktik pendidikan pun masih selalu menunggu petunjuk dari atas; miskin kreativitas dan inovasi. Sekolah banyak mendapatkan droping peralatan dan fasilitas, tapi mereka tidak pernah mau belajar bagaimana cara menggunakannya.

Tidak heran apabila subsidi perangkat televisi yang seharusnya sudah dimanfaatkan mengakses siaran TV-Education, masih banyak yang “ndongkrok”, bahkan masih terbungkus rapi.

Keempat, pemberdayaan profesionalisme guru yang masih “jalan di tempat”. Kini, era digital sudah merasuki lorong-lorong kehidupan masyarakat di negeri ini. Dunia maya mampu menyajikan berbagai informasi terbaru, menarik, dan aktual. Namun, sudah banyakkah rekan-rekan guru di negeri ini yang telah mencoba mengaksesnya untuk kepentingan pembelajaran? Dalam hal mengakses informasi, guru tak jarang “kalah bersaing” dengan murid-muridnya. “Siswa didiknya sudah melaju mulus di atas jalan tol, tetapi sang guru masih bersikutat di balik semak belukar”. Mereka sudah biasa mengakses internet, baik milik orang tuanya maupun warnet, dan sudah begitu akrab dengan istilah-istilah dasar “ngenet”, seperti browsing, search engine, e-mail, atau chatting.

Oleh karena itu, sungguh pandangan yang keliru kalau pada abad gelombang informasi seperti sekarang ini masih ada seorang guru yang masih memosisikan dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar.

Menurut hemat saya, TIK bisa dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan pembelajaran apabila para guru yang berdiri di garda depan dalam dunia pendidikan kita tidak “gaptek”. Minimal, mereka bisa mengoperasikannya sehingga siswa didik bisa “menikmati” media pembelajaran dengan segenap emosi dan pikirannya. Sebuah kesia-siaan apabila sekolah “dimanja” dengan berbagai piranti teknologi mutakhir, tetapi mereka tak sanggup memanfaatkannya secara maksimal.

Sebagai “agen perubahan dan peradaban” dunia persekolahan kita tampaknya memang harus sudah mulai mengakrabi TIK. Di kelaslah “ruh kurikulum” berada. Dalam benak saya terbersit bayangan, di sekolah yang telah memanfaatkan TIK untuk merevitalisasi pembelajaran, ada sebuah moving class, yang bisa dimanfaatkan secara bergiliran –sesuai jadwal– oleh guru dari berbagai mata pelajaran. Di kelas itu sudah tersedia komputer (PC atau notebook) online, LCD, scanner, printer, dan berbagai software pembelajaran yang menarik dan memikat perhatian siswa didik. Dengan terampil, sang guru akan mengemas pembelajarannya melalui berbagai tayangan media yang menarik, sehingga mampu menggugah emosi dan pikiran siswa untuk bersikap kreatif, penuh inistatif, dan kritis. Dengan demikian, pembelajaran betul-betul berlangsung secara aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Ini artinya, setiap guru, mau atau tidak, harus siap menyongsong “era baru” melalui pemanfaatan TIK dalam kegiatan pembelajaran. Alasan “tidak bisa”, “tidak berbakat” perlu dikubur dalam-dalam karena siapa pun bisa menggunakan TIK asalkan mau belajar dan tidak malu bertanya.

Untuk menciptakan atmosfer baru dalam dunia pembelajaran di sekolah, harus ada upaya serius untuk memberdayakan guru agar mereka tidak “gaptek” lagi dalam memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran. Jika tidak ada upaya serius dan intensif, disadari atau tidak, pemanfaatan TIK dalam pembelajaran hanya akan terapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika belaka.

Bagaimana dengan kita para guru, siapa lagi kalau bukan kita yang memulainya?.

Hambatan dan harapan
Era reformasi yang bergulir sejak tahun 1998 diakui telah melahirkan kebebasan dan keterbukaan di segenap aspek dan ranah kehidupan. Urusan pendidikan yang semula berada dalam genggaman tangan pemerintah pusat, maka mulai dikonsentrasikan ke daerah-daerah melalui kebijakan otonomi daerah yang dianggap lebih aspiratif dan akomodatif terhadap keberagaman dan tuntutan daerah. Namun, era reformasi tidak akan memberikan imbas positif terhadap mutu pendidikan apabila tidak diikuti dengan perubahan paradigma, sikap mental, dan kultur para pengambil kebijakan dan pelaksana pendidikan di tingkat praktis.

Hambatan yang dihadapi para guru untuk malakukan inovasi pembelajaran, yang berkesan mahal ini umumnya justru pada tataran para pengambil kebijakan tersebut di atas. Apalagi jika menyangkut biaya mahal (setidaknya menurut pendapat mereka). Harus dikalkulasi ulang, yang tidak jarang mereka menggunakan perhitungan politis. Bagaimana untung ruginya dilihat dari sisi “kursi” kekuasaannya. Yang sangat memprihatinkan jika mereka mengorbankan kepentingan kemajuan pendidikan untuk sebuah “kenyamanan” yang sudah mereka peroleh selama ini.

Harus diakui, reformasi di dunia persekolahan kita berjalan lamban, kalau tidak boleh dibilang “jalan di tempat”. Menurut hemat saya, paling tidak ada tiga penghambat laju reformasi sekolah. Pertama, faktor kepemimpinan sekolah yang cenderung masih bergaya feodalistis. Ini merupakan faktor kultural yang amat sulit untuk diubah. Masih amat jarang kepala sekolah di negeri ini yang dengan amat sadar mau melakukan perubahan. Status quo dan kenyamanan merupakan jalan yang paling gampang bagi seorang kepala sekolah untuk tetap menduduki kursinya. Ironisnya, ketika ada guru yang dengan kreatif mencoba melakukan inovasi pembelajaran di kelas dianggap “nyleneh” dan tidak becus mengajar, apalagi kalau suasana kelas ramai. Kepemimpinan semacam itu tak lepas dari proses rekruitmen yang salah urus. Keluarga, balas jasa, kawan politik lah dan entah apalagi namanya.

Kedua, kinerja pengawas sekolah yang buruk. Tugas mereka tak lebih hanyalah melakukan supervisi administrasi di ruang kepala sekolah. Kalau melakukan supervisi kepada guru pun, mereka cenderung bersikap instruktif, komando, bahkan menakut-nakuti. Supervisi klinis yang diharapkan mampu membantu guru dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran pun tak bisa jalan

Sungguh ironis. Ketika arus reformasi begitu deras mengalir ke berbagai sudut, dunia persekolahan yang diharapkan mampu menjadi agen perubahan dan agen peradaban tak lebih hanya seperti “sapi ompong” yang mandul. Sistem memang telah berubah. Pola sentralistis telah berubah alurnya menjadi gaya desentralistis melalui gerakan otonomi sekolah. Namun, perubahan sistem semacam itu tidak bisa jalan kalau tidak diimbangi dengan perubahan kultural di tingkat bawah.

Manajemen berbasis sekolah (MBS) pun hanya retorika dan slogan yang hanya gencar digembar-gemborkan di ruang-ruang seminar. Bagaimana sekolah dapat melaksanakan manajemen berbasis sekolah jika partisipasi masyarakat terhadap sekolah diambil alih oleh pengambil kebijakan di tingkat daerah. Memang APBS disusun sekolah, tetapi semua mata anggarannya mengadopsi pola anggaran instansi lain di luar institusi sekolah. Mereka tidak sadar bahwa manajemen sekolah itu unik tidak sama dengan instansi non sekolah. Semua tingkatkan manajerialnya ditangani oleh fungsional guru di luar tugas pokoknya, seperti akil kepala sekolah, pembantu urusan, wali kelas, dan tugas-tugas tambahan lainnya.

Mereka ini sangat dibutuhkan keberadaannya di sekolah. Sudah selayaknya para guru yang mendapatkan tugas tambahan ini memperoleh kesejahteraan tambahan. Secara struktural kepegawaian mereka ini jelas tidak diperhitungkan, sehingga tidak ada namanya tunjungan jabatan. Siapa yang memikirkan mereka jika komite sekolah sudah tidak berfungsi. Sementara tugas-tugas mereka harus berjalan terus tidak boleh berhenti. Sedangkan keberadaan Tata Usaha di sekolah yang diharapkan dapat membantu jalannya proses pendidikan sama sekali masih jauh dari memadai.

Dengan berbagai hambatan di atas saya berharap semua iu tidak mengendorkan semangat rekan-rekan guru untuk selalu berinovasi dan berkreasi dalam rangka mencerdaskan bangsa ini. Saya yakin api semangat itu tentu masih tetap membara di dada kita para guru. Tanpa pamrih berjuang demi bangsa ini. Sudah selayaknyalah kita untuk meningkatkan profesionalisme guru yang pantas digugu dan ditiru. Menjadi panutan anak-anak bangsa yang nyaris kehilangan keteledanan baik di keluraga maupun masyarakat sekitarnya.

Kita beruntung masih memiliki tempat bersandar dan bergantung, yaitu pemimpin yang absolute di atas segala pemimpin. Allah Yang Maha Adil dan Bijaksana. Kita serahkan semua persoalan dunia ini kepadaNya, selayaknya kita selalu berdoa semoga para pemimpin bangsa ini selalu diberi kekuatan sehingga dapat menjalankan tugasnya demi kemaslahatan orang banyak, diberikan cahaya iman sehingga dapat dijadikan sandaran ketika rakyatnya sedang terbelit persoalan-persoalan duniawi.

Adalah tugas kita para guru untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional kita yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa secara utuh dan “paripurna” yang tidak hanya cerdas intelegensinya tetapi juga cerdas secara emosional, memiliki moralitas dan kepribadian yang adi luhung. Menjadikan bangsa ini disegani oleh bangsa-bangsa lain bukan karena kekuatan fisiknya tetapi lebih kepada kepribadiannya. Bangsa yang terbuka menerima perubahan dan teknologi maju namun tetap berpijak pada landasan kepribadian dan adat ketimuran yang beradab.

Tugas kita juga para guru untuk mencetak profesi-profesi seperti, guru, dokter, pengusaha, pengacara bahkan pejabat-pejabat negeri seperti lurah, camat, bupati, gubernur bahkan presiden. Hendaknya kecuali ilmu pengetahuan dan agama kita juga mesti goreskan nilai-nilai etika dan estetika serta sendi-sendi moralitas yang baik kepada pesereta didik, sehingga pada saatnya menjadi dokter, pengusaha, pengacara, camat, bupati, presiden adalah dokter, pengusaha, pengacara, camat, bupati, presiden yang tidak lupa kacang akan kulitnya.

Dalam konteks pembelajaran berbasis TIK, marilah kita tumbuhkan minat dan kemauan yang besar untuk sama-sama belajar dan saling berbagi informasi. Sekarang ini sudah terbuka lebar kran informasi dan sumber-sumber belajar baik melalui buku-buku atau media elektronik. Jangan berkutat pada satu buku referensi saja, kalau tidak mau dikatakan “gaptek”. Kedua, jangan pernah merasasudah cukup pintar, jika demikian maka anda akan seperti katak dalam tempurung.

Ketiga, sesekali kunjungi situs-situs internet yang menyajikan berbagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat sehingga dapat memperluas cakrawala pengetahuan. Sepatutnya kita berterimakasih kepada pemerintah yang sudah anggap akan kebutuhan informasi. Sekarang ini kita sudah bisa akses internet secara gratis melalui jejaring pendidikan nasional (Jardiknas) untuk sekolah-sekolah yang sudah terjangkau. Manfaatkan fasilitas tersebut secara optimal,
gunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Pada akhir tulisan saya ini saya mengajak kepada para guru untuk saling bahu membahu, bertukar pikiran, berbagi pengetahuan dalam rangka memajukan dunia persekolahan kita.

Saya juga ikut merasa senang dan terharu semakin banyak rekan-rekan guru yang terus meningkatkan jalinan komunikasi, sharing, bertukar pikiran melaui blog-blog ataupun website dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajarannya. Walau tidak mengenal secara pribadi mereka ini tampak akrab seperti saudara sendiri, ikatan profesi dan tanggung jawab moral-lah yang mengikatnya menjadi sebuah komunitas tersendiri jauh dari exclusivisme. Terimakasih juga kepada semua pihak di luar profesi guru dan instansi terkait, seperti jurnalis, pengamat, akademisi, para ahli yang masih memiliki kepedulian dan kepekaan yang tinggi terhadap dunia pendidikan kita.

SYARAT MENJADI GURU

Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan antara guru dengan manusia-manusia lain pada umumnya. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.

1. Persyaratan administratif

Syarat-syarat administratif ini antara lain meliputi: soal kewarganegaraan (warga negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, megajukan permohonan. Di samping itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebajikan yang ada.

2. Persyaratan teknis

Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal, yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memiliki ijazah pendidikan guru itu dinilai sudah mampu mengajar. Kemudian syarat-syarat yang lain adalah menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.

3. Persyaratan psikis

Yang berkaiatan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, maupun mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian. Di samping itu, guru juga dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tatapi juga memiliki pandangan yang mendasar dan filosofis. Guru harus juga mematuhi norma dan nilai yang berlaku serta memilki semangat membangun. Inilah pentingnya bahwa guru itu harus memiliki panggilan hati nurani untuk mengabdi untuk anak didik.

4. Persyaratan fisik

Persyaratan fisik ini antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab, bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat/diamati dan bahkan dinilai oleh para siswa/anak didiknya.


5. Persyaratan mental

Persyartan mental antara lain meliputi: memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi keguruan, mencintai dan mengabdi pada tugas jabatan, bermental pancasila dan bersikap hidup demokratis.

6. Persyaratan moral

Guru harus mempunyai sifat sosial dan budi pekerti yang luhur, sanggup berbuat kebajikan, serta bertingkah laku yang bisa dijadikan suri tauladan bagi orang-orang dan masyarakat di sekelilingnya.

Dari syarat-syarat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa mengingat tugas sebagai guru adalah tugas yang berat tetapi mulia, maka dituntut syarat-syarat jasmani, rohani dan sifat-sifat lain yang diharapkan dapat menunjang untuk memikul tugas itu dengan sebaik-baiknya.

Pendidikan Islam

A. Tujuan dan Landasan Pendidikan Islam

Islam berprinsip demokrasi, maka pengajarannya merupakan pengajaran rakyat. Tujuannya memberikan pengetahuan tentang agama, bukan untuk memberikan pengetahuan umum. Pendidikan Islam juga bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui latihan dan pengkondisian kegiatan kognitif, afektif dan psikomotorik. Karena itu pendidikan memberikan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya. Karena itu pendidikan Islam bertujuan:

1. Membentuk manusia beraqidah (tarbiyah ‘aqidiyah)
2. Membentuk manusia beraklak mulia (tarbiyah khuluqiyah)
3. Membentuk manusia berfikir (tarbiyah fikriyah)
4. Membentuk manusia sehat dan kuat (tarbiyah jismiyah)
5. Membentuk manusia kreatif, inisiatif, antisipatif, dan responsive (tarbiyah am liyah)

Sedangkan landasan Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :

1. Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3. Menyadarkan manusia tterhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya


B. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Islam

1. Langgar

Dua lembaga pendidikan memegang peranan penting pada penyebaran agama Islam di pulau jawa, yakni “Langgar dan Pesantren”. Pengajaran dilanggar merupakan pengajaran agama permulaan. Mula-mula murid-murid mempelajari abjad arab, kemudian mengejah ayat-ayat al-quran pertama dengan suara tertentu. Pelajaran diberikan dengan sistem sekepala, guru menyebutkan sesuatu dan murid menirunya, yang dicita-citakan ialah dapat membaca al-quran sampai tamat.Lama belajar tidak tentu, biasanya berlngsung kurang lebih satu tahun. Tetapi kadang-kadang hanya diikuti selama beberapa bulan saja. Biasanya pelajaran diberikan pada pagi hari dan malam hari, berlangsung kira-kira dua jam lamanya. Biasanya yang menjadi gurunya adalah seseorang yang sudah memiliki pengetahuan agama yang agak mendalam. Guru itu tetap dipandang sebagai orang yang sakti, murid-murid tidak boleh mengencam kepada guru, karena dianggap berdosa. Uang sekolah tidak dipungut bagi pelajaran agama permulaan itu. Bila seseorang murid sudah menamatkan pelajarannya dalam arti sudah dapat membaca al-quran sampai tamat, maka diadakan selamatan atau biasa disebut khataman.


2. Pesantren

Pengajaran yang lebih lanjut dan lebih mendalam diberikan dipesantren. Murid-muridnya dinamakan santri, pada umumnya terdiri dari anak-anak yang lebih tua dan telah memiliki pengetahuan dasar, yang mereka peroleh dilanggar. Para santri yang biasa berasal dari berbagai tempat, dikumpulkan dalam satu ruangan yang disebut pondok (semacam asrama). Berdekatan dengan pondok berada masjid dan rumah guru. Biasanya guru lazim dipanggil ajengan atau kiyai, adakalanya guru menerima sumbangan dari murid-muridnya berupa uang atau bahan makanan. Sumbangan itu betul-betul merupakan kerelaan dari santrinya. Guru hidup bersama santri-santrinya, adakalanya santri-santri itu harus memasak makanan sendiri-sendiri.

Untuk itu mereka membawa bekal dari rumahnya masing-masing berupa beras, uang dan alat-alat menanak nasi. Lama belajar disini tidak menentu, ada yang 1 tahun, tetapi ada juga yang sampai 10 tahun atau lebih. Banyaknya santri yang belajar pada beberapa pesantren, pelajaran pertama diberikan pada pagi hari, sesudah selesai sembhayang shalat subuh. Sesudah itu para santri melakukan kerja bakti bagi gurunya, seperti membersihkan halaman, berkebun, berkerja disawah dan sebagainya. Sesudah makan siang semua beristirahat, untuk kemudian dimulai lagi dengan pelajaran dan diselilingi dengan menghafal. Ba’da magrib atau ba’da isya dimulai lagi dengan pelajaran.

Mata pelajaran yang terpenting adalah :

1. Usuluddin ( pokok-pokok ajaran kepercayaan )
2. Usul Fiqh ( alat pengali hukum dari quran dan hadits)
3. Fiqh (cabang dari usuluddin)
4. Ilmu arobiyah ( untuk mendalami bahasa agama )

Di Sumatera barat tidak ada pemisahan antara langgar dan pesantren. Sekolah-sekolah agama disana diberi nama surau. Di Aceh sekolah agama semacam itu disebut Rangkang. Dari uraian diatas jelaslah bahwa pesantren (surau atau rangkang) itu banyak menunjukan persamaan dengan pusat-pusat pendidikan di India. Kalau ada perbedaan hanya terletak pada bahan pengajaran saja dan juga pada murid-muridnya. Pengajaran islam diikuti oleh setiap orang yang menghendakinya.


C. Corak dan Sifat Pendidikan Islam

Pada umumnya, Islam di Nusantara berkembang melalui pendekatan-pendekatan budaya oleh seorang ulama. Ketika itu, aset-aset setempat diubah menjadi prasarana untuk penyebaran ajaran agama, sehingga membawa kesan yang positif terhadap masyarakat. Ini berbeda dengan pendekatan radikal yang sering membawa imej tegas dan keras. Berdasarkan isu pendekatan tradisi dan budaya yang dilakukan oleh ulama ini, Taufik Abdullah menyimpulkan terdapat tiga corak penyebaran Islam di Nusantara, yaitu corak Pasai, corak Melaka dan corak Jawa. Dalam ketiga-tigA bentuk pendekatan itu, ulama tetap menjadi kunci dalam pengukuhan ajaran Islam, bahkan ulama sangat berpengaruh terhadap perubahan sosial. Perubahan sosial ini berhubung erat dengan perubahan sosial yang bersifat profetik. Untuk itu diperlukan paradigma untuk menjelaskan perubahan ini. Pada corak Pasai, Islam berkembang melalui dinamika kultur kerajaan.

Corak Malaka, pada umumnya dipengaruhi perdagangan, yaitu pendekatan terhadap situasi perdagangan. Sedangkan corak Jawa lebih kentara dilakukan melalui penaklukan pusat kekuasaan setempat. Berdasarkan tiga corak penyebaran ini, Taufik Abdullah menemui dua bentuk penerimaan Islam dalam masyarakat. Dalam corak Pasai dan corak Melaka, formasi sosial Islam dalam masyarakat lebih menyatu, sehingga terjadi pengisianpengisian terhadap budaya setempat (integrative tradition). Sedangkan pada corak Jawa dengan titik fokus penaklukan pusat kerajaan, maka formasi sosial Islam lebih cenderung bercorak dialog yang disebut dengan tradition of dialogue Selanjutnya, Trimingham dalam menganalisa penyebaran Islam di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia, mengatakan bahawa faktor sejarah dan sosiologi masyarakat setempat tidak dapat ditinggalkan. Menurutnya, Islam berkembang melalui organisasi dengan tiga fasa perkembangan, yaitu fasa kangah, fasa tariqah, dan fasa taifah. Pada fasa kangah ditandai dengan kehidupan keagamaan dan sosial yang tidak berstruktur dan bercampur-aduk. Kangah sebagai pusat aktivitas seorang guru (ulama) dalam menyebarkan ajarannya. Guru memegang otoritas terhadap hal-ihwal Islam, sehingga Islam berkembang dalam dinamika keguruan. Situasi penyebaran Islam seperti ini berlaku di seluruh dunia Islam.

Selanjutnya, Nizami (1957) dan Rizvi (1983) mengulas tentang fasa pertama, yaitu fasa kangah yang menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan di daerah-daerah baru Islam. Aktivitas yang berlaku dalam kangah memainkan peranan penting dalam mengintegrasikan masyarakat bukan Islam ke dalam komunitas Islam, karana pada fasa kangah ini, guru (ulama) memainkan peranan dalam berbagai bidang seperti pendidikan, budaya, politik dan ekonomi, yang sangat penting dalam membentuk kepercayaan keagamaan masyarakat.

Penyebaran Islam pada fasa kedua yaitu fasa tariqah merupakan fasa perkembangan aliran-aliran mistik dan sistimisasi terhadap pengajaran mistik. Sedangkan fasa ketiga telah menyemai munculnya apa yang disebut paradigma kiyai-santri, yang mana lahirlah para santri dan murid-murid yang patuh kepada kyai sebagai guru mereka. Pemikiran guru inilah kemudian disesuaikan dan dikembangkan oleh murid-murid ke daerah lain, atau ke kawasan tempat kediaman murid-murid setelah belajar dari seorang guru. Dalam catatan sejarah sejak delapan puluh hingga sembilan puluh tahun yang lalu, karya-karya daripada penyebar agama ini termasuk kaum sufi Islam memainkan peranan penting dalam proses Islamisasi. Ini menandakan bahawa alur penyebaran ajaran agama sangat didominasi oleh kancah pemikiran ulama. Situasi ini memudahkan untuk melihat pergerakan aliran-aliran teologi yang berkembang dalam masyarakat Islam. Biasanya, fenomena ini dapat dilihat dengan mudah melalui tarikat. Ajaran yang dikembangkan ulama pada umumnya bersesuaian dengan ajaran guru terdahulunya.

Dalam situasi tersebut, ulama telah mengemukakan ajaran Islam dasar sebagai panduan umat beragama dan ajaran itu sekaligus sebagai identiti mereka. Namun, keadaan masyarakat tradisional ini sangat berbeda dengan ulama tradisional, ulama tradisional sama halnya dengan kiyai tradisional di Jawa. Islam visi Kyai tradisional sering digambarkan sebagai fanatik dan teknik ritual dan agak menelantarkan dimensi pemahaman (rasionalitas) serta dimensi sosial. Ulama-ulama tradisional, juga tidak boleh lepas dari komunitas masyarakat tradisional. Ulama yang hidup dalam kancah masyarakat tradisional yang biasanyadiliputi oleh kemiskinan, tingkah laku dan taraf pemikiran yang masih sederhana. Situasiini membatasi ulama dalam menyampaikan ajaran keagamaan yang lebih rasional dan modern. Formulasi ulama tradisional tidak selamanya terikat pada konteks pemikiran, tetapi juga bergantung pada komunitas yang dihadapi. Tetapi, dalam konteks ini, ulama tradisional dipahami sebagai elit agama yang mempunyai pemikiran tekstual dan kurang memperhatikan konteks reality dan rasional.

Pengabaian salah satu faktor tersebut akan menyebabkan berlakunya ketidaksempurnaan dalam ajaran Islam. Bagi golongan ini, agama dianggap sebagai suatu yang muktamad dan tidak boleh dibuat pentafsiran semula lagi. Teks agama harus dipahami seperti yang ada, sehingga kepahaman Islam terseleweng dan sukar menerima tafsiran yang rasional. Situasi ini menyulitkan mereka untuk melakukan perubahan. Semua ajaran yang berbeda dari tradisi kelompok dianggap sebagai penyimpangan terhadap ajaran agama. Bahkan, sering melemparkan tuduhan kafir. Di Minangkabau, situasi ini dapat dibaca dalam alur sejarah sebelum terjadinya pembaharuan pendidikan Islam

Sifat Pendidikan Islam didasarkan pada:

1. Robbaniyah, seluruh aspeknya didasarkan pada nilai robbaniyah dijabarkan dalam Kitabullah dan Sunnah RasulNya.
2. Syamilah, pendidikan dibangun dengan memperhatikan segala aspek dalam kehidupan baik akal, jasad dan ruh, maupun dalam kerangka hubungan individu dengan masyarakat, alam dan al Khaliq. Tanpa pemisahan.
3. Mutakamilah, Pendidikan tidak terbatas pada tempat tertentu. Berlangsung di sekolah, masjid, rumah, di jalan, di kebun, medan pertempuran bahkan di pasar.
4. Marhaliyah, Seluruh tabiat alam terjadi secara bertahap, demikian pula perkembangan fisik dan psikis manusia. Karena itu pendidikan dibangun dengan sifat bertahap dan mengikuti perkembangan kematangan manusia.
5. Fardhiyah, Islam mewajibkan setiap individu untuk menuntut ilmu. Implikasinya, berarti melibatkan semua pihak untuk mempersiapkan segala perangkat, sarana dan perlengkapan pendidikan sebaik-baiknya.

Kesimpulan
Bersamaan masuknya agama Islam ke Indonesia masuk pula kebudayaannya. Pengaruh kebudayaan Islam meliputi semua segi kehidupan, termasuk pendidikan. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia muslim yang sholeh (berakhlak) yang baik. Ada dua lembaga pendidikan penting pada penyebaran agama Islam yakni : langgar dan pesantren disusul kemudian adanya madrasah. Pendidikan agama Islam tidak terbatas, siapapun boleh mengikuti lembaga pendidikan Islam, sifat pendidikan demokratis dan pengajaran unuk rakyat. Di suatu tempat seperti di Sumatera Barat tidak ada pemisahan antara langgar dan pesantren, di sini sekolah agama Islam disebut “surau”. Kemudian sekolah-sekolah Islam berkembang dan mendirikan bangunan sekolah yang disebut madrasah.

Daftar Pustaka
Abuddin Nata, M.A.1997.Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Djumhur. 1959. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV Ilmu Bakti
Haidar Putra Daulay. Sejarah Pertumbuhaan dan Pembaharuaan Pendidikan Islam di Indonesia.
Zuhairini. Dra, dkk., 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Pengertian Murid / Pengertian Peserta Didik

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, murid berarti orang (anak yang sedang berguru (belajar, bersekolah).[1] Sedangkan menurut Prof. Dr. Shafique Ali Khan, murid (pelajar) adalah orang yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe pendidikan. Seorang pelajar adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun usianya, dari mana pun, siapa pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya apa pun untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan.[2]
Murid atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Di dalam proses belajar-mengajar, murid sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Murid akan menjadi faktor penentu, sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.

Murid atau anak adalah pribadi yang “unik” yang mempunyai potensi dan mengalami proses berkembang. Dalam proses berkembang itu anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan bersama dengan individu-individu yang lain.[3]

Dalam proses belajar-mengajar yang diperhatikan pertama kali adalah murid/anak didik, bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen yang lain. Apa bahan yang diperlukan, bagaimana cara yang tepat untuk bertindak, alat atau fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua itu harus disesuaikan dengan keadaan/karakteristik murid. Itulah sebabnya murid atau anak didik adalah merupakan subjek belajar.

Dengan demikian, tidak tepat kalau dikatakan bahwa murid atau anak didik itu sebagai objek (dalam proses belajar-mengajar). Memang dalam berbagai statment dikatakan bahwa murid/anak didik dalam proses belajar-mengajar sebagai kelompok manusia yang belum dewasa dalam artian jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, memerlukan pembinaaan, pembimbingan dan pendidikan serta usaha orang lain yang dipandang dewasa, agar anak didik dapat mencapai tingkat kedewasaanya. Hal ini dimaksudkan agar anak didik kelak dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, warga negara, warga masyarakat dan pribadi yang bertanggung jawab.

Pernyataan mengenai anak didik sebagai kelompok yang belum dewasa itu, bukan berarti bahwa anak didik itu sebagai makhluk yang lemah, tanpa memiliki potensi dan kemampuan. Anak didik secara kodrati telah memiliki potensi dan kemampuan-kemampuan atau talent tertentu. Hanya yang jelas murid itu belum mencapai tingkat optimal dalam mengembangkan talent atau potensi dan kemampuannya. Oleh karena itu, lebih tepat kalau siswa dikatakan sebagai subjek dalam proses belajar-mengajar, sehingga murid/anak didik disebut sebagai subjek belajar.

Tugas Murid

Selain guru, murid pun mempunyai tugas untuk menjaga hubungan baik dengan guru maupun dengan sesama temannya dan untuk senantiasa meningkatkan keefektifan belajar bagi kepentingan dirinya sendiri. Adapun tugas tersebut ditinjau dari berbagai aspek yaitu aspek yang berhubungan dengan belajar, aspek yang berhubungan dengan bimbingan, dan aspek yang berhubungan dengan administrasi.

1. Aspek yang berhubungan dengan belajar

Kesalahan-kesalahan dalam belajar sering dilakukan murid, bukan saja karena ketidaktahuannya, tetapi juga disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaannya yang salah. Adalah menjadi tugas murid untuk belajar baik yang menghindari atau mengubah cara-cara yang salah itu agar tercapai hasil belajar yang maksimal.


Hal-hal yang harus diperhatikan murid agar belajar menjadi efektif dan produktif, di antaranya:

* Murid harus menyadari sepenuhnya akan arah dan tujuan belajarnya, sehingga ia senantiasa siap siaga untuk menerima dan mencernakan bahan. Jadi bukan belajar asal belajar saja.
* Murid harus memiliki motif yang murni (intrinsik atau niat). Niat yang benar adalah “karena Allah”, bukan karena sesuatu yang ekstrinsik, sehingga terdapat keikhlasan dalam belajar. Untuk itulah mengapa belajar harus dimulai dengan mengucapkan basmalah.
* Harus belajar dengan “kepala penuh”, artinya murid memiliki pengetahuan dan pengalaman-pengalaman belajar sebelumnya (apersepsi), sehingga memudahkan dirinya untuk menerima sesuatu yang baru.
* Murid harus menyadari bahwa belajar bukan semata-mata mengahafal. Di dalamnya juga terdapat penggunaan daya-daya mental lainnya yang harus dikembangkan sehingga memungkinkan dirinya memperoleh pengalaman-pengalaman baru dan mampu memecahkan berbagai masalah.
* Harus senantiasa memusatkan perhatian (konsentrasi pikiran) terhadap apa yang sedang dipelajari dan berusaha menjauhkan hal-hal yang mengganggu konsentrasi sehingga terbina suasana ketertiban dan keamanan belajar bersama dan/atau sendiri.
* Harus memiliki rencana belajar yang jelas, sehingga terhindar dari perbuatan belajar yang “insidental”. Jadi belajar harus merupakan suatu kebutuhan dan kebiasaan yang teratur, bukan “seenaknya” saja.
* Murid harus memandang bahwa semua ilmu (bidang studi) itu sama penting bagi dirinya, sehingga semua bidang studi dipelajarinya dengan sungguh-sungguh. Memang mungkin saja ada “beberapa” bidang studi yang ia “senangi”, namun hal itu tidak berarti bahwa ia dapat mengabaikan bidang studi yang lainnya.
* Jangan melalaikan waktu belajar dengan membuang-buang waktu atau bersantai-santai. Gunakan waktu seefesien mungkin dan hanya bersantai sekadar melepaskan lelah atau mengendorkan uraf saraf yang telah tegang dengan berekreasi.
* Harus dapat bekerja sama dengan kelompok/kelas untuk mendapatkan sesuatu atau memperoleh pengalaman baru dan harus teguh bekerja sendiri dalam membuktikan keberhasilan belajar, sehingga ia tahu benar akan batas-batas kemampuannya. Meniru, mencontoh atau menyontek pada waktu mengikuti suatu tes merupakan perbuatan tercela dan merendahkan “martabat” dirinya sebagai murid.
* Selama mengikuti pelajaran atau diskusi dalam kelompok/kelas, harus menunjukkan partisipasi aktif dengan jalan bertanya atau mengeluarkan pendapat, bila diperlukan.

2. Aspek yang Berhubungan dengan Bimbingan

Semua murid harus mendapat bimbingan, tetapi tidak semua murid khususnya yang bermasalah, mempergunakan haknya untuk memperoleh bimbingan khusus. Hal itu mungkin disebabkan oleh karena berbagai “perasaan” yang menyelimuti murid, atau karena ketidaktahuannya, dan mungkin juga disebabkan oleh karena guru/sekolah tidak membuka kesempatan untuk itu, dengan berbagai alasan.


Guru berkewajiban memperhatikan masalah ini dan menjelaskan serta memberi peluang kepada murid untuk memperoleh bimbingan dan penyuluhan. Jika hal itu telah disampaikan guru dengan lurus dan benar, maka menjadi tugas muridlah kini untuk mempergunakan hak-haknya dalam mendapatkan bimbingan/penyuluhan.


Kesadaran murid akan guna bimbingan belajar serta bimbingan dalam bersikap, agar dirinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta melaksanakan sikap-sikap yang sesuai dengan ajaran agama dalam kehidupannya sehari-hari, amat diharapkan. Dan untuk itu, maka menjadi tugas muridlah untuk berpartisipasi secara aktif, sehingga bimbingan itu dapat dilaksanakan secara efektif. Keikutsertaan itu dibuktikan, di antaranya dengan:

* Murid harus menyediakan dan merelakan diri untuk dibimbing, sehingga ia memahami akan potensi dan kemampuan dirinya dalam belajar dan bersikap. Kesedian itu dinyatakan dengan kepatuhan dan perasaan senang jika dipanggil atau memperoleh kesempatan untuk mendapat bimbingan khusus.
* Menaruh kepercayaan kepada pembimbing dan menjawab setiap pertanyaan dengan sebenarnya dan sejujurnya. Demikian pula dalam mengisi “lembaran isian” untuk data bimbingan.
* Secara jujur dan ikhlas mau menyampaikan dan menjelaskan berbagai masalah yang diderita atau dialaminya, baik ketika ia ditanya maupun atas kemauannya sendiri, dalam rangka mencari pemecahan atau memilih jalan keluar untuk mengatasinya.
* Berani dan berkemauan untuk mengekspresikan atau mengungkapkan segala perasaan dan latar belakang masalah yang dihadapinya, sehingga memudahkan dan memperlancar proses penyuluhan.
* Menyadari dan menginsafi akan tanggung jawab terhadap dirinya untuk memecahkan masalah/memperbaiki sikap dengan tenaganya sendiri, sehingga semua perbuatannya menjadi sesuai dan selaras dengan ajaran Islam.

3. Aspek yang Berhubungan dengan Administrasi

Aspek ini berkenaan dengan keturutsertaan murid dalam pengelolaan ketertiban, keamanan dan pemenuhan kewajiban administratif, sehingga memberikan dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan pengajaran serta keberhasilan belajar itu sendiri. Tugas murid sehubungan dengan aspek administrasi, meliputi:

a. Tugas dan kewajiban terhadap sekolah, yaitu:

1. Menaati tata tertib sekolah.
2. Membayar SPP dan segala sesuatu yang dibebankan sekolah kepadanya, sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Turut membina suasana sekolah yang aman, tertib dan tenteram, di mana suasana keagamaan menjadi dominan.
4. Menjaga nama baik sekolah di manapun ia berada dan menjadi “kebanggaan” baginya mendapat kesempatan belajar pada sekolah yang bersangkutan.


b. Tugas dan kewajiban terhadap kelas, yaitu:

1. Senantiasa menjaga kebersihan kelas dan lingkungannya.
2. Memelihara keamanan dan ketertiban kelas sehingga suasana belajar menjadi aman, tenteram dan nyaman.
3. Melakukan kerja sama yang baik dengan teman sekelasnya dalam berbagai urusan dan kepentingan kelas serta segala sesuatunya dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat.
4. Memelihara dan mengembangkan semangat dan solidaritas, kesatuan dan kebanggaan, suasana keagamaan dalam kelas, sehingga memberi peluang untuk mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam dan berlomba-lomba untuk kebaikan.


c. Tugas dan kewajiban terhadap kelompok, yaitu:

1. Membentuk kelompok belajar bersama untuk memperoleh berbagai pemahaman dan pengalaman dalam mempelajari bahan pelajaran melalui penelaahan dan diskusi kelompok.
2. Mengembangkan pola sikap keagamaan dan mempergunakan waktu senggang untuk belajar bersama, bersilaturrahmi dengan keluarga dan anggota kelompoknya dan saling membantu, serta melakukan berbagai kegiatan yang bersifat rekreatif, sehingga terwujud rasa ukhwah Islamiah di antara mereka.
3. Memelihara semangat dan soladaritas kelompok, saling mempercayai dan saling menghargai akan kemampuan masing-masing anggota kelompok, sehingga belajar menjadi lebih terarah dan bermakna bagi diri masing-masing.



___________________________
[1]Dep. Pend. Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, h. 601.
[2]Shafique Ali Khan, Filsafat Pendidikan Al-Ghazali, Pustaka Setia, Bandung, 2005, h. 62
[3]Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1995, h. 268.

Pengertian Media Pembelajaran _IT

A. Pengertian Media Pembelajaran
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar mengajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Disamping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pengajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia.

Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang media pengajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994 : 6)

* Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar;
* Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan;
* Seluk-beluk proses belajar;
* Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan;
* Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran;
* Pemilihan dan penggunaan media pendidikan
* Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan;
* Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran;
* Usaha inovasi dalam media pendidikan.[1]

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.[2]

Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut Media Pembelajaran.[3]

B. Manfaat Media Dalam Pembelajaran
Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan media pengajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pengajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa kuasai setelah pengajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. [4]

Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara lebh khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci Kemp dan Dayton (1985) misalnya, mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu :

1. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan
2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga
5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa
6. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja
7. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar
8. Merubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif. [5]


Selain beberapa manfaat media seperti yang dikemukakan oleh Kemp dan Dayton tersebut, tentu saja kita masih dapat menemukan banyak manfaat-manfaat praktis yang lain. Manfaat praktis media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut :

1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar
2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya
3. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu
4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karya wisata. Kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang.[6]

C. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Media Pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Mulai yang paling kecil sederhana dan murah hingga media yang canggih dan mahal harganya. Ada media yang dapat dibuat oleh guru sendiri, ada media yang diproduksi pabrik. Ada media yang sudah tersedia di lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan pembelajaran

Meskipun media banyak ragamnya, namun kenyataannya tidak banyak jenis media yang biasa digunakan oleh guru di sekolah. Beberapa media yang paling akrab dan hampir semua sekolah memanfaatkan adalah media cetak (buku). selain itu banyak juga sekolah yang telah memanfaatkan jenis media lain gambar, model, dan Overhead Projector (OHP) dan obyek-obyek nyata. Sedangkan media lain seperti kaset audio, video, VCD, slide (film bingkai), program pembelajaran komputer masih jarang digunakan meskipun sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar guru.

Anderson (1976) mengelompokkan media menjadi 10 golongan sbb :

No

Golongan Media

Contoh dalam Pembelajaran
I

Audio

Kaset audio, siaran radio, CD, telepon
II

Cetak

Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
III

Audio-cetak

Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
IV

Proyeksi visual diam

Overhead transparansi (OHT), Film bingkai (slide)
V

Proyeksi Audio visual diam

Film bingkai (slide) bersuara
VI

Visual gerak

Film bisu
VII



Audio Visual gerak, film gerak bersuara, video/VCD, televisi
VIII

Obyek fisik

Benda nyata, model, specimen
IX

Manusia dan lingkungan

Guru, Pustakawan, Laboran
X

Komputer

CAI (Pembelajaran berbantuan komputer), CBI (Pembelajaran berbasis komputer).[7]

D. Pemilihan Media Pembelajaran
Beberapa penyebab orang memilih media antara lain adalah : a. bermaksud mendemosntrasikannya seperti halnya pada kuliah tentang media; b. merasa sudah akrab dengan media tersebut, c. ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih kongkrit; dan d. merasa bahwa media dapat berbuat lebih dari yang bisa dilakukannya. Jadi dasar pertimbangan untuk memilih media sangatlah sederhana, yaitu memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak. Mc. Connell (1974) mengatakan bila media itu sesuai pakailah “If The Medium Fits, Use It!” [8]

Dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologi yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media adalah sebagai berikut :

1. Motivasi
2. Perbedaan individual
3. Tujuan pembelajaran
4. Organisasi isi
5. Persiapan sebelum belajar
6. Emosi
7. Partisipasi Umpan balik
8. Penguatan (reinforcement)
9. Latihan dan pengulangan
10. Latihan dan pengulangan
11. Penerapan. [9]


[1] Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000) h. 2
[2] Ibid, h.3
[3] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007). h. 4
[4] Ibid. h.15
[5] ………., Media Pembelajaran, (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003). h. 17
[6] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), h.27
[7] ………., Media Pembelajaran, (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003). h. 22
[8] Arief S. Sadiman, et al. Media Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 84
[9] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hal.74

Pembuatan suatu soal atau angket harus memenuhi validitas dan reliabilitas-nya.

Dari pertanyaan salah satu pengunjung site saya tentang validitas dan reliabilitas dari suatu alat tes, menggelitik saya untuk sedikit menulis tentang psikometri.. :) Saya mencoba untuk tidak menuliskan rumus-rumus dalam tulisan ini, takut membosankan, saya coba membicarakan secara garis besarnya aja ya.. :)


Suatu soal dapat dikatakan valid atau sahih jika tepat (semua butir soal mengukur sesuai dengan yang diukur) dan cermat (mampu membedakan sampai sekecil-kecilnya).

Untuk mengukur validitas dan reliabilitas dari suatu soal, maka setelah soal itu jadi maka soal tersebut harus disebarkan, semakin banyak jumlah populasi yang mengisi angket tersebut maka akan semakin baik. Setelah itu dihitung korelasi butir total dengan korelasi (rbt). Butir soal akan dianggap valid jika:

1. Korelasi rbt bernilai positif
2. Korelasi rbt > r tabel atau p < 0.05
3. Ada kesepakatan bahwa butir dinggap valid jika rbt > 0.30

Yang perlu diingat bahwa nilai rbt tersebut adalah nilai per-aitem atau perbutir, jadi harus dihitung lagi rbt-nya sebanyak jumlah soal. Bila tidak valid, butir soal tersebut dibuang, tidak dipakai lagi dalam angket tersebut.

Bila angket atau soal tersebut memiliki lebih dari satu faktor, misalnya mengukur kecerdasan emosi seseorang memiliki 2 faktor, yaitu faktor interpersonal dan faktor antarpersonal maka harus dilakukan uji faktor, untuk mengetahui apakah faktor 1 dan 2 tersebut valid.

Biasanya dalam penelitian, para mahasiswa hanya melakukan uji butir dan uji faktor, padahal uji instrument (alat ukur) tidak kalah pentingnya agar bisa diketahui alat ukur yang kita buat sudah memenuhi standart nggak dibandingkan dengan alat ukur lain yang sudah baku dalam pengukuran yang diteliti. Alat ukur yang dibuat haruslah memiliki conruent validity (kevalidan yang setara) dengan alat ukur lain. Dianggap setara jika memiliki nilai rxx > 0.80. Orang biasanya mengadakan pembedaan validitas berdasar kriteria ini menjadi 2 macam:

1. Validitas sama saat (Concurrent validity), contohnya: menggunakan skor pada tes Wechsler atau tes Stanforf-Binet sebagai kriteria adalah jenis validitas sama saat.
2. Validitas ramalan (Predictive validity), contohnya: validitas ujian masuk perguruan tinggi yang menggunakan IPK mahasiswa sebagai kriteria.

Suatu alat ukur dikatakan reliabel jika alat ukur tersebut menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh para subjek yang diukur dengan alat yang sama, atau diukur dengan alat yang setara pada kondisi yang berbeda. Dalam artinya yang paling luas, realiabilitas alat ukur menunjuk kepada sejauh mana perbedaan-perbedaan skor perolehan itu mencerminkan perbedaan-perbedaan atribut yang sebenarnya.

Reliabilitas alat ukur yang juga menunjukkan derajat kekeliruan pengukuran tak dapat ditentukan dengan pasti, malainkan hanya dapat diestimasi. Ada tiga pendekatan dalam mengestimasi relibilitas alat ukur itu, yaitu:

1. Pendekatan tes ulang / Test-Retest Method:
Suatu perangkat tes diberikan kepada sekelompok subjek 2x, dengan selang waktu tertentu, misalkan 2 minggu. Reliabilitas tes dicari dengan menghitung korelasi antara skor pada testing 1 dan skor pada testing 2. Pendekatan ini secara teori baik, namun didalam praktek mengandung kelemahan, yaitu bahwa kondisi subjek pada testing 2 tidak lagi sama dengan kondisi subjek pada testing 1, karena terjadinya proses belajar, pengalaman, perubahan motivasi, dll. Oleh karena itu pendekatan ini sudah sangat jarang dipakai. Pendekatan ini sangat sesuai kalau yang dijadikan objek pengukuran adalah ketrampilan, terutama ketrampilan fisik.
2. Pendekatan dengan tes paralel / Parallel Form Method:
Dua perangkat tes yang paralel, misalnya perangkat A dan B diberikan kepada sekelompok subjek. Reliabilitas tes dicari dengan menghitung korelasi antara skor pada perangkat A dan skor pada perangkat B. Keterbatasan utama pendekatan ini terletak pada sulitnya menyusun 2 perangkat tes yang paralel. Pendekatan inipun sudah jarang digunakan.
3. Pendekatan pengukuran satu kali / Single Trial Method:
Seperangkat tes diberikan kepada sekelompok subjek satu kali, lalu dengan cara tertentu dihitung estimasi reliabilitas tes tersebut. Pendekatan pengukuran satu kali ini menghasilkan informasi mengenai keajegan (konsistensi) internal alat ukur. Pendekatan pengukuran satu kali ini dapat menghindarkan diri dari kesulitan yang timbul dari pendekatan dengan pengukuran ulang maupun pendekatan tes paralel, oleh karena itu pendekatan ini banyak digunakan. Yang menggunakan pendekatan pengukuran satu kali:
1. Spearman-Brown: Jumlah butir dibelah menjadi 2 dan dicari nilai rxx-nya. Jumlah butir dapat dibelah kiri dan kanan, angka ganjil dan genap maupun dengan cara random / acak. Bila nilai rxx-nya > 0.8 maka dianggap reliabel.
2. Rulon: Menghitung dengan melihat selisih belahan satu dengan belahan yang lain, bukan dilihat dari belahannya. Bila nilai rxx-nya > 0.8 maka dianggap reliabel.
3. Alpha Cronbach: Alpha membagi jumlah butir dengan berapapun asal sama rata, tidak seperti Spearman-Brown dan Rulon yang tidak dapat membagi dua angka ganjil menjadi sama rata seperti misalnya angka 15, Alpha bisa membagi menjadi: 5, 5 dan 5. Bila nilai Alpha-nya > 0.8 maka dianggap reliabel.
4. Anava Hoyt: Membagi jumlah butir sebesar jumlah butirnya, jadi dapat dibagi berapapun, tidak seperti Alpha yang tidak dapat membagi jumlah butir yang nilainya imajiner, misalnya 19. Tapi Alpha akhirnya mengeluarkan rumus baru yang dapat membagi jumlah butir sebesar jumlah butirnya juga. Dan Anava Hoyt dan Alpha yang paling banyak digunakan dalam perhitungan reliabilitas sampai saat ini. Bila nilai rtt-nya > 0.8 maka dianggap reliabel.
5. KR20: Kuder Richardson mengeluarkan rumus perbaikan tetapi KR20 juga jarang dipakai karena KR20 hanya dapat digunakan pada data dikotomi (pilihan ya dan tidak / 0 dan 1) tidak seperti diatas, yang bisa menghitung data dikotomi dan kontinu. Bila nilai KR20-nya > 0.8 maka dianggap reliabel.

Tapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa suatu suatu alat tes bukan dilihat dari rtt-nya tapi dilihat dari seberapa besar penyimpangan dari alat ukur tersebut (Standart Error Measurement / SEM / SE). Semakin kecil nilai penyimpangannya maka alat ukur tersebut semakin baik.

Dengan adanya kemajuan teknologi dan adanya program-program komputer yang menangani tentang statistik, kita tidak perlu lagi menghitung secara manual, kita bisa menggunakan program SPSS atau menggunakan program SPS yang dibuat oleh Prof. Sutrisno Hadi dari UGM Yogyakarta. Tapi dengan mengetahui statistik dan psikometri, diharapkan kita bisa membaca serta menginterpretasikan hasil perhitungan program statistik tersebut.

Makalah Evaluasi Pengajaran

BAB I
PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG
Dua prinsip dasar permasalahan dalam penilaian adalah menentukan apakah sebuah tes telah mengukur apa yang hendak diukur dan apakah sebuah tes telah tepat digunakan untuk membuat suatu keputusan tentang pengambilan tes. Mungkin saja para pengembang tes berpendapat bahwa tes matematika misalnya dapat memperkirakan kemampuan seseorang dalam fisika. Seorang guru dapat berpendapat bahwa kemampuan seseorang dalam membaca misalnya akan berpengaruh terhadap semua nilai kenaikan kelas. Tentu saja, pendapat tersebut harus dibuktikan dengan data-data yang mendukung. Sebagai contoh apabila skor fisika berkolerasi positif dengan skor matematika, atau skor kemampuan membaca berkolerasi dengan semua skor hasil kenaikan kelas, maka sangat masuk akal untuk membuat kesimpulan bahwa tes matematika atau tes kemampuan membaca merupakan predikator yang valid yang dapat digunakan untuk memprediksi kemampuan seseorang.
Diskusi tentang penilaian berbasis kelas senantiasa berkaitan dengan validitas dan reliabilitas. Reliabilitas berkaitan dengan sejauh mana tes yang diberikan ajeg dari waktu ke waktu. Artinya, reliabilitas berkaitan dengan keajegan suatu tes. Suatu tes dikatakan ajeg “apabila” dari waktu ke waktu menghasilkan skor yang sama atau relatif sama.
1.2BATASAN MASALAH
Baik dan buruknya suatu tes atau suatu alat evaluasi dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda. Tapi di sini kami membatasi pembahasan ini hanya pada pembahasan validitas dan reliabilitas.

1.3RUMUSAN MASALAH
Bertolak dari latar belakang diatas maka dianggap perlu untuk merumuskan dan memaparkan masalah guna mengarahkan penyusunan ini pada sistematikanya. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.Apa definisi dari Validitas?
2.Apa definisi dari Reliabilitas?
3.Sebutkan macam-macam Validitas!
4.Sebutkan macam-macam Reliabilitas!

1.4TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah supaya mahasiswa mengerti tentang:
1.Definisi Validitas
2.Definisi Reliabilitas
3.Macam-macam Validitas
4.Macam-macam Reliabilitas


BAB II
PEMBAHASAN
2. 1VALIDITAS
Suatu alat pengukur dapat dikatakan alat pengukur yang valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Misalnya barometer adalah suatu alat yang valid untuk mengukur tekanan udara. Tapi alat ini tidak valid untuk mengukur suhu. Demikian pula dalam alat-alat evaluasi. Suatu tes hasil belajar dapat dikatakan tes yang valid apabila ts tersebut betul-betul dapat mengukur hasil belajar. Jadi bukan sekedar mengukur daya ingatan atau kemampuan bahasa saja.
2.1.1Pengertian
Validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauh mana tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas sebuah tes selalu dibedakan menjadi dua macam yaitu validitas logis dan validitas empiris. Validitas logis sama dengan analisis kualitatif terhadap sebuah soal.
Nunnaly (1972) menyatakan bahwa pengertian validitas senantiasa dikaitkan dengan penelitian empiris dan pembuktian-pembuktiannya bergantung kepada macam validitas yang digunakan. Validitas tes perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas tes dalam kaitannya mengukur hal yang seharusnya diukur. Menurut Anastasis (1988) validitas adalah suatu tingkan yang menyatakan bahwa suatu alat ukur telah sesuai dengan apa yang diukur. Sedangkan Gronlund (1985) mengatakan bahwa validitas berkaitan dengan hasil suatu alat ukur, menunjukkan tingkatan, dan bersifat khusus sesuai dengan tujuan pengukuran yang akan dilakukan. Para pengembang tes memiliki tanggung jawab dalam mambuat tes yang benar-benar reliabel dan valid. Oleh karena itu validitas dapat digunakan dalam memeriksa secara langsung seberapa jauh suatu alat telah berfungsi.

2.1.2Macam-macam Validitas
Validitas suatu tes dapat ditinjau dari beberapa segi, seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
Validitas ramalan (Predictive validity)
Validitas ramalan artinya ketepatan (kejituan) daripada suatu alat pengukur ditinjau dari kemampuan tes tesebut untuk meramalkan prestasi yang dicapainya kemudian. Misalnya suatu tes hasil belajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramalan yang tinggi, apabila hasil yang dicapai oleh siswa dalam tes tersebut betul-betul dapat meramalkan sukses tidaknya siswa tersebut dalam pelajaran-pelajaran yang akan datang. Cara yang digunakan untuk menilai tinggi rendahnya validitas ramalan ini ialah dengan jalan mencari kolerasi antara nilai-nilai yang dicapainya kemudian.
Apabila koefisien korelasi yang diperoleh cukup tinggi, maka berarti validitas ramalan tes tersebut cukup tinggi. Sebaliknya pula apabila koefisien kolerasi yang diperoleh rendah, maka berarti pula validitas tes tersebut rendah.
Validitas bandingan (Concurent validity)
Validitas bandingan artinya kejituan daripada suatu tes dilihat dari kolerasinya terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat kini secara riil. Perbedaan antara validitas ramalan dengan validitas bandingan ialah dilihat dari segi waktunya.
Cara yang digunakan untuk menilai validitas bandingan ialah dengan jalan mengkolerasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil-hasil yang dicapai dalam tes yang sejenis yang telah diketahui mempunyai validitas yang tinggi (misalnya tes standar). Tinggi rendahnya koefisien kolerasi yang diperoleh menunjukkan tinggi rendahnya validitas tes yang akan kita nilai kualitasnya.
Validitas isi (Content validity)
Validitas isi artinya kejituan daripada suatu tes ditinjau dari isi tes tersebut. Untuk menilai apakah suatu tes memiliki validitas isi atau tidak dapat kita lakukan dengan jalan membandingkan materi tes tersebut dengan analisis rasional yang kita lakukan terhadap bahan-bahan yang seharusnya digunakan dalam menyusun tes tersebut.
Validitas susunan(Construct validity)
Validitas susunan artinya kejituan daripada suatu tes ditinjau dari susunan tes tersebut.

2.2RELIABILITAS
Pengukuran dalam sains maupun pengukuran dalam ilmu sosial seperti dalam penilaian kelas tidak pernah ajeg. Ketika kita melakukan pengukuran, baik untuk sains maupun untuk ilmu sosial lebih dari satu kali, pasti ada sedikit perbedaan. Semisal ketika seseorang mengukur tinggi beberapa kali pada hari yang sama akan dihasilkan angka yang berbeda.
2.2.1Pengertian
Pengukuran merupakan proses untuk memperoleh skor per-orangan sehingga attribute yang diukur benar-benar menggambarkan kemampuan mereka. Reliabilitas adalah hal yang sangat penting dalam menentukan apakah tes telah menyajikan pengukuran yang baik.
2.2.2Macam-macam Reliabilitas
Suatu tes dapat dikatakan tes yang reliabel apabila tes tersebut menunjukan hasil-hasil yang mantap. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencari taraf reabilitas daripada suatu tes.
Teknik Ulangan
Mencari rebilitas suatu tes dengan teknik ulangan ialah dengan jalan memberikan tes tersebut kepada sekelompok siswa dalam dua kesempatan yang berlainan.
Teknik bentuk pararel
Dalam teknik ini digunakan dua buah tes yang sejenis (tetapi tidak identik), mengenai isinya; proses mental yang diukur, tingkat kesukaran, jumlah item dan aspek-aspek yang lain.
Keuntungan teknik pararel:
Item-item yang digunakan tidak sama, sehingga pengaruh latihan dapat dihindarkan.
Tidak adanya tenggang waktu maka perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tes boleh dikatakan tidak ada. Misalnya faktor situasi tes, administrasi, pengawasan dan sebagainya.
Tehnik belah dua
Dalam tehnik ini, tes yang telah diberikan kepada sekelompok subjek dibelah menjadi 2 (dua) bagian. Ada dua prosedur yang dapat digunakan untuk membelah dua suatu tes, yaitu:
Prosedur ganjil genap artinya seluruh item yang bernomor ganjil dikumpulkan menjadi satu kelompok, dan seluruh item yang bernomor genap menjadi kelompok yang lain.
Prosedur secara random, misalnya dengan jalan lotre, atu dengan jalan menggunakan tabel bilangan random.
Koefisien korelasi yang diperoleh dari kedua belahan itu menunjukkan reliabilitas dari sebagian tes.
Untuk mencari reliabilitas seluruh tes digunakan rumus Spearman Brown sebagai berikut:


Keterangan:
rn = Koefisien korelasi seluruh tes
N = Perbandingan antara panjang tes seluruhnya dengan panjang tes yang dikolerasikan
r12 = Koefisien kolerasi antara sebagian tes dengan bagian tes lainnya

Contoh:
Suatu tes terdiri dari 50 item. Secara random diambil 25 item sebagai belahan pertama dan 25 item sebagai belahan kedua. Skor yang dicapai oleh pengikut tes pada kedua belahan tersebut dikolerasikan. Koefisien kolerasi yang diperoleh antara kedua belahan tersebut adalah 0,627. Maka koefisien kolerasi seluruh tes dapat dicari sebagai berikut.
rn = N.r12
1 + (N-1) r12
50
25
=
1 + ( - 1 ) x 0,627


=


=


= 0,771




BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan penjelasan pada bab-bab terdahulu, dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Pengertian dari Validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauh mana tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur.
Macam-macam Validitas:
Validitas ramalan (Predictive validity)
Validitas bandingan (Concurent validity)
Validitas isi (Content validity)
Validitas susunan(Construct validity)
Pengertian dari Reliabilitas adalah hal yang sangat penting dalam menentukan apakah tes telah menyajikan pengukuran yang baik.
Macam-macam Reliabilitas:
Teknik Ulangan
Teknik bentuk pararel
Tehnik belah dua

3.2Saran
Dari penyusunan makalah ini kami berharap dapat bermanfaat dan bagi lingkungan akademis ini, khususnya lembaga STKIP PGRI Jombang dan khalayak atau instansi yang terkait pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nurkancana, Wayan & Sunartana, PPN. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Surapranata, Sumarna. 2004. Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja.

Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar

1. Tujuan Penilaian Hasil Belajar

a. Tujuan Umum :

1) menilai pencapaian kompetensi peserta didik;

2) memperbaiki proses pembelajaran;

3) sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa.

b. Tujuan Khusus :

1) mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa;

2) mendiagnosis kesulitan belajar;

3) memberikan umpan balik/perbaikan proses belajarmengajar;

4) penentuan kenaikan kelas;

5) memotivasi belajar siswa dengan cara mengenal dan memahami diri

dan merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.



Fungsi Penilaian Hasil Belajar

Fungsi penilaian hasil belajar sebagai berikut.

a. Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas.

b. Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar.

c. Meningkatkan motivasi belajar siswa.

d. Evaluasi diri terhadap kinerja siswa.

JENIS VALIDITAS

JENIS VALIDITAS

Uji validitas dan reliabilitas adalah semacam proses “audit” terhadap instrument penelitan (angket, kuesioner) sebelum “go public”. Audit yang dimaksud di sini bersifat antisipasi, preventif bukan evaluatif seperti lazimnya pengertian audit di dunia keuangan. Kualitas hasil riset salah satunya ditentukan oleh faktor uji validitas dan reliabilitas. Apapun metode analisis yang Anda gunakan, secanggih apapun uji-uji statistik yang Anda pakai, tidak akan berguna jika instrument penelitian Anda tidak melalui “audit”! Hukum “GARBAGE IN GARBAGE OUT” berlaku di sini.

Jika Anda membandingkan sejumlah buku metode penelitian, maka Anda pasti tidak akan menemukan “kesepakatan” di antara para penulis buku tersebut terutama dalam dalam jumlah/ragam jenis validitas dan pengelompokkannya. Saya sudah melakukan content analysis kecil-kecilan terhadap sejumlah buku metode penelitian baik di bidang sosial maupun pemasaran, hasilnya saya menemukan ada 4 jenis validitas yang sering disebutkan yaitu : Face Validity, Content Validity, Criterion Validity, dan Construct Validity. Sebaiknya Anda tetap menyebutkan jenis-jenis validitas ini dalam “bahasa londo”-nya karena di antara para penulis buku-buku metode penelitian sepertinya belum ada kesepakatan penerjemahan. Jenis validitas yang paling beragam terjemahannya adalah Face Validity. Terjemahan yang digunakan terhadap Face Validity di antaranya : validitas rupa, validitas muka, validitas paras, dan validitas permukaan (saya pribadi setuju yang ini…). Yang rada ngaco adalah terjemahan Content Validity, manakala sebagian besar buku menerjemahkannya sebagai validitas isi yang menerjemahkannya dengan validitas kandungan

Oke, lalu apa sebenarnya validitas? Judul tulisan ini adalah defenisi validitas yang paling sederhana, benar-benar benar! Dengan kata lain suatu instrumen penelitian dikatakan valid jika mampu menghasilkan data yang benar-benar benar. Data yang benar-benar benar dihasilkan oleh instrumen yang mengukur apa yang seharusnya diukur. Contoh dalam kehidupan sehari-hari, timbangan beras valid untuk menimbang sekarung beras tapi tidak valid menimbang sehelai surat, termometer tubuh valid untuk mengukur suhu tubuh tapi tidak valid mengukur suhu air mendidih, jika dipaksakan dijamin ancur tuh termometer (sure deh, percaya deh, saya pernah membuktikannya waktu kecil, alhasil uang jajan saya dipotong oleh ibu saya untuk mengganti termoternya yang pecah). Contoh yang lebih relevan dengan dunia penelitian, apakah cukup dengan hanya menanyakan pengeluaran rutin perbulan maka kita sudah mengukur status sosial dan ekonomi seseorang? Ukuran pengeluaran rutin perbulan tidak valid dalam mengukur status sosial dan ekonomi seseorang, alat ukur tersebut hanya mengukur status ekonomi!

Validitas terdiri dari beberapa jenis, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Ke empat jenis validitas tersebut masih bisa dikelompokkan menjadi validitas konsensus dan validitas komparasi. Termasuk dalam validitas konsensus adalah face validity dan content validity. Pengertian konsensus disini adalah kesepekatan para ahli/pakar dibidangnya bahwa suatu ukuran/instrumen memang benar atau tepat adanya mengukur suatu fenomena/gejala. Misalnya untuk menentukan dominasi suatu produk atau perusahaan di pasar tertentu maka kita bisa mengukurnya dengan menghitung market share (pangsa pasar) dari produk atau perusahaan tersebut baik secara unit maupun sales. Semua ahli marketing pasti menyarankan alat ukur ini jika Anda ingin mengetahui dominasi produk atau perusahaan Anda dalam pasar tertentu. Validitas konsensus ini merupakan validitas yang “cetek”, alias paling sederhana, cenderung subjektif, sehingga kurang menantang gitu loh. Tidak diperlukan perhitungan matematis untuk meloloskan suatu alat ukur dari saringan validitas ini. Perbedaan antara face dengan content validity hanyalah pada jumlah dimensi konsep yang diukur. Jika suatu konsep cukup diukur dengan satu atau dua variabel maka loloslah dia dari saringan face validity, misalnya konsep market share. Namun jika suatu konsep melibatkan banyak dimensi maka dia harus menjalani saringan content validity. Misalnya pengukuran status sosial dan ekonomi yang dilakukan oleh AC Nielsen di Indonesia, karena hanya melibatkan satu dimensi saja (pengeluaran rutin perbulan) jelas tidak lolos dari saringan content validity! Alat ukur AC Nielsen tidak valid untuk mengukur konsep status sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia! Bersambung…

Standard Error

Standard Error
Istilah “standard error” dan “standard deviation” terkadang membingungkan. Namun sebenarnya ada hal pokok yang membedakan. Ilustrasinya sebagai berikut: Apabila kita ingin mengetahui variance populasi maka untuk menduganya digunakan variance sampel. Hal yang sama apabila melakukan pendugaan mean terhadap populasi maka kita menggunakan mean sample, selanjutnya dalam pendugaan tersebut kemungkinan nilai mean akan berbeda-beda untuk tiap sample. Perbedaan ini dapat menimbulkan variasi pada penduga mean. Variasi pada penduga itulah yang disebut sebagai standard error. Oleh karena dalam ilustrasi menggunakan penduga mean maka variasi penduga disebut sebagai standard error mean. Dari masalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa standard deviation mengukur variasi pengamatan, sedangkan standard error mengukur variasi penduga atau statistics.

Ilustrasi lain yang membedakan “standard error” dan “standard deviation” adalah sebagai berikut:
Dalam suatu kelas berisi 40 murid melakukan ujian untuk mata pelajaran A.
-. Standard deviation score test adalah variasi nilai antara 40 murid tersebut yang melakukan ujian untuk mata pelajaran A.
-. Standard error score test adalah variasi nilai dari seorang murid bernama Ali yang melakukan ujian mata pelajaran A secara berulang-ulang (murid Ali melakukan ujian lebih dari satu kali).

Hal ini membuktikan bahwa memang pengertian standard deviation hampir sama dengan standard error, dan kebingungan dua istilah ini memang dapat dimaklumi.

Perhitungan standard error berbeda-beda tergantung pada penduganya, misal untuk mean menggunakan standard error mean (SE(mean)). Rumus SE(mean) adalah SE(mean) = Standar deviation/√(sample size), ini menunjukkan bahwa nilai SE(mean) bergantung pada standard deviation dan ukuran sample. Dari rumus tersebut dapat diketahui pula bahwa nilai standard error akan turun apabila ukuran sample diperbanyak dan variance atau standard deviation sample dikurangi. Oleh karena itu, standard error dapat digunakan untuk menentukan dan mengontrol ukuran sample, hal ini berbeda dengan standard deviation yang nilainya tidak dipengaruhi ukuran sample.

Standard error dapat menunjukkan bagaimana tingkat fluktuasi dari penduga atau statistic. Standard error juga dapat diintepretasikan seberapa akurat penduga dalam menduga parameter.

Standard error dapat diaplikasikan dalam dua hal:
1. Nilai penduga atau statistic yang dibagi dengan standard error penduga akan menunjukkan apakah statistic sama dengan nol, kemudian nilai tersebut dibandingkan dengan nilai distribusi t. Berdasarkan beberapa literatur, rasio dari nilai penduga atau statistic dengan standard error disebut dengan Wald Test, atau dalam beberapa aplikasi disebut dengan t-test.
2. Standard error sebagai bagian dari confidence interval. Untuk sample yang besar, 95% confidence interval diperoleh dari 1.96 x standard error penduga. Standard error yang digunakan untuk confidence interval adalah standard error mean (SE(mean)), dengan ketentuan sebagai berikut:
a. 90% CI -> mean +/- 1.64 SE(mean)
b. 95% CI -> mean +/- 1.96 SE(mean)
c. 99% CI -> mean +/- 2.58 SE(mean)
Contoh: Dalam sekumpulan cabe, diketahui mean untuk 64 cabe adalah 10 gram, standard deviasinya 2 gram. Standard error dari sampel tersebut, SE(mean) = 2/√64 = 0.25. 95% confidence interval dari mean adalah
95% CI = 10 +/- 1.96*0.25 = 10 +/- 0.49 = 9.51 hingga 10.49

Penggunaan lain dari standard error adalah tidak sebagai bagian dari penduga atau statistic tetapi bagian dari logaritma statistic. Sebagai contoh, model logistic regresion dihitung dari odds ratio data, tapi standard error bukan sebagai odds ratio melainkan sebagai log odds ratio. Dalam kondisi ini diperlukan perhitungan secara komputer untuk mendapatkan confidence interval dalam log scale dan ditransformasi kembali ke skala asli.

Standard error dapat diketahui dari nilai confidence interval dan selang interval, dengan rumus:
a. 90% -> standard error = interval /1.64
b. 95% -> standard error = interval /1.96
c. 99% -> standard error = interval /2.58
Contoh: Masih dalam sekumpulan cabe, kita ingin mengetahui berapa standard error dari cabe apabila kita ingin menduga 95% confidence interval dengan selang +/- 0.5 gram. Standar errorr diperoleh dari SE(mean) = 0.5/1.96 = 0.26

Standard error dapat juga digunakan untuk menentukan ukuran sample secara sederhana, dengan rumus: n = (standard deviasi/standard error)^2, atau kuadrat dari pembagian standard deviasi dibagi standard error. Contoh: Sama seperti contoh di atas, kita ingin mengetahui berapa ukuran sample dari cabe apabila kita ingin menduga 95% confidence interval dengan selang +/- 0.5 gram dengan standar error 0.26, standard deviasi 2. Ukuran contoh diperoleh dari n = (standard deviasi/standard error)^2 = (2/0.26)^2 = 7.69^2 = 59.1 = 60. Maka sample yang dibutuhkan sebanyak 60 cabe.